Rabu, 18 Juni 2008

DUNIA BONSAI

DUNIA BONSAI
Melakukan demonstrasi pembuatan bonsai. Tetapi, saya sejak berangkat dari Surabaya, tidak pernah berniat nonton demonya si Bill (Valavanis) ini, Karena ketika saya melihat foto 2 bonsai koleksinya (Honeysuckle dan Trident Maple) yang ditampilkan dalam sebuah majalah terbitan Indonesia, saya berkesimpulan kemampuan si Bill adalam membuat bonsai pasti tidak sepadan dengan promosi tentang dia yang dimuat di berbagai majalah maupun buku panduan ASPAC itu sendiri. Makanya saya memutuskan untuk sampai di Bali baru pada tanggal 2 September sore, sementara pada saat perjalanan saya menuju Bali itulah, Bill melakukan demo bonsai di ASPAC. Pada akhirnya, saya bersyukur tidak nonton demonya, karena sesampai di Bali (belum sampai tempat pameran) saya sudah dapat SMS dari teman yang nonton demonya si Bill, bahwa dia kecewa nonton demo itu karena 2 hal, pertama, Bill tidak menunjukkan kemampuan seperti yang dia harapkan sebelumnya. Yang kedua, sebagai orang Indonesia dia merasa terhina melihat ada penggemar bonsai Indonesia (dalam buku panduan ASPAC, penggemar ini juga dinyatakan sebagai salah satu demonstrator dari Indonesia) yang dijadikan asisten pada saat Valavanis demo, diperlakukan secara tidak layak oleh Valavanis dan……di depan mata seluruh penonton yang memenuhi Agung Room, tempat demo itu berlangsung. Kesan yang mengirim SMS tadi, Valavanis itu orangnya sangat kasar. Pada saat Valavanis melakukan demo di Agung Room, ada tim Indonesia yang melakukan demo pembuatan bonsai di Joget Kecak Room (lantai 2). Jelas yang nonton demo tim Indonesia pasti sedikit karena dalam buku panduan demonstrator Indonesia tersebut hanya dimuat foto, nama, dan asalnya, tanpa deskripsi atau latar belakang mereka. Padahal jika Valavanis ketika demo itu disatu panggungkan dengan Agus Sunarko (demonstrator dari Batu, Malang) dalam waktu bersamaan, saya yakin, hanya 5 menit pertama saja Valavanis akan mendapatkan perhatian dari penonton, berikutnya perhatian itu akan beralih ke Agus Sunarko. Agus Sunarko ini kalau diminta membuat bonsai, terutama jenis tanaman cemara, wah..wah, seperti terjadi komunikasi antara dia dengan tanaman yang dia kerjakan. Maklum jam terbang Agus Sunarko amat panjang, sudah ratusan (mungkin malah sudah melewati angka seribu) bonsai dia kerjakan, terutama bonsai jenis tanaman cemara atau uiniperus.
Valavanis memang sudah secara formal belajar dengan Kyuzo Murata dan Kakutaro Komuro di Omiya Bonsai Village, Jepang. Tapi menurut saya, Valavanis masih perlu belajar dari Agus Sunarko jika ingin membuat bonsai lebih indah. Saya tidak bercanda, ini sangat serius. Menurut saya hanya satu hal kekalahan Agus dari Valavanis,….. kalah promosi.
Jika komunitas bonsai negeri ini mau mempromosikan Agus lebih dari mempromosikan Valavanis, Nakajima, Mich Sherman dan yang lain, saya yakin Agus adalah salah satu maskot dan master bonsai Indonesia dan Internasional.
Melihat demo Mich Sherman, ya saya nggak punya kesan apa-apa. Apalgi terlihat dari dia belum pernah membuat bonsai santigi, pohon yang justru dia jadikan bahan untuk demo. Dalam demo itu dia sempat terlihat terkejut dan kemudian berkomentar….. Keras sekali ya kayu pohon santigi ini (tentunya dalam bahasa Inggris).
Tanggal 2 September, Maghrib, waktu saya berada di arena pameran, nampak seorang anak laki-laki muda wajah Amerika Latin. Jika jalan mukanya selalu diangkat ke atas, kesannya sombong. Saya bertanya kepada salah satu penggemar bonsai, siapa nama pemilik wajah Amerika Latin itu. Teman penggemar bonsai ini ternyata sebelumnya sudah mendapat kartu nama bule latin itu. Jadinya dia tunjukkan kartu nama bule latin itu ke saya. Tertulis nama Jose Luis Rodriguez Macias dan dalam kartu nama itu terdapat juga foto bonsai (jelas bonsai karya Jose sendiri). Sambil menunjukkan kartu nama Jose itu ke saya, teman tadi juga bilang bahwa Jose itu salah satu juri dan besok (tanggal 3 September) akan melakukan demo bonsai.
Melihat gambar bonsai di kartu nama Jose itu, saya terkejut. Rasanya belum pernah melihat bonsai karya orang Indonesia yang sejelek bonsai yang ada di foto kartu nama Jose, bule dari Puerto Rico ini. Anehnya kok bisa jadi juri? Apa pertimbangan panitia memilih dia jadi juri? Ini membuat saya penasaran. Jadi saya niat betul untuk melihat dia demo.
Dalam daftar acara, Zheng Chenggong & Jose Luis Rodriguez akan demo pada tanggal 3 September, jam 9-12, hanya ruangannya berbeda, Zheng di Agung Room dan Jose di Legong Pendet Room (lantai 2) INNA GRAND BALI BEACH HOTEL, SANUR. Ternyata hari itu mereka demo di panggung yang sama di Agung Room. Jose dan asistennya mendemokan pembuatan bonsai cemara udang sedangkan Zheng Chenggong dan timnya mendemokan pembuatan bonsai santigi. 3 jam melihat demo itu, saya kasihan dengan Jose. Keringatnya bercucuran terus, bukan karena suhu ruangan yang panas, tetapi dia terlihat gugup karena berusaha menutupi ketidakmampuannya membuat bonsai. Ketika dia memotong beberapa cabang yang tidak dia pakai, masih terlihat dia berhasil menyembunyikan ketidakmampuannya. Begitu dia harus mengkawati dan menekuk cabang yang dia pakai, barulah keringatnya deras mengalir. Yang parah, ditengah demo dia menyatakan ada cabang yang dia pertahankan untuk dia pakai, ternyata itu cabang mati, sebelumnya dia tidak tahu kalau itu cabang mati. Wow…. Kalau trainer Indonesia sampai melakukan kesalahan sefatal itu, bisa-bisa digebukin sama pemilik bonsai yang dia garap. Tapi membaca deskripsi Jose ini di buku panduan ASPAC yang diedarkan oleh panitia membuat orang berpersepsi akan menonton pendemo bonsai yang luar biasa. Kita cuplik sebagian deskripsi itu “……Jose lahir 1 April 1975, sudah lebih dari 20 tahun ia memutuskan untuk berkomitmen seumur hidup menciptakan dan merawat bonsainya. Sebagai artis sangat berbakat, selain member kuliah dan demonstrasi di negaranya dia juga telah menerima undangan untuk melakukan demonstrasi di Republik Dominika dan di Tropical Garden di Miami, Florida. Dia benar-benar seorang bintang yang rendah hati dari masyarakat bonsai Amerika Latin….” Ya, begitu pandainya orang kita mempromosikan bangsa lain, bombastis banget.
Kesan saya, Jose hanyalah pebonsai pemula, lebih baik dia ambil spesialisasi merawat bonsai. Melihat deskripsi tentang dia tadi, dengan modal begitu lama berkecimpung di bidang bonsai, tapi ketika demo hanya seperti itu, jelas memperlihatkan Jose tidak memiliki talenta yang cukup untuk menjadi seniman bonsai.
Ya, demo bonsai di ASPAC lebih menitikberatkan pada kepopuleran atau dipopulerkannya beberapa orang seolah-olah sebagai seniman bonsai, bukan menitikberatkan pada keberbakatan seseorang sebagai seniman bonsai (beneran).
Lepas dari berbagai kekurangan yang terjadi di ASPAC Bali, secara jujur dan tulus saya harus menyatakan salut kepada panitia penyelenggara yang bisa mewujudkan even yang sebesar itu dalam situasi seperti sekarang. Dapat dipastikan, begitu banyak perasan pikiran dan keringat dari seluruh insan yang tergabung dalam kepanitiaan ASPAC sehingga acara bisa berjalan dengan semarak. Selamat ya…….
posted by Sulistyanto Soejoso @ 8:03 PM 1 comments
Wednesday, May 10, 2006
Bagaimana Awalnya?
Dalam sebuah acara diskusi tentang bonsai yang dihadiri kurang lebih 80 orang peserta, saya ditanya tentang sejarah bonsai. Saya sebenarnya agak enggan menjawab pertanyaan itu, karena sudah ada beberapa buku bonsai yang menulis tentang sejarah bonsai. Tetapi tiba-tiba ada ide terlintas untuk membahas sejarah bonsai dari sisi yang lain. Saya kemudian memberikan pernyataan, jika yang dimaksud tentang sejarah bonsai itu adalah mulai tahun berapa budaya bonsai itu muncul, orang dari negara mana yang pertama kali membuat bonsai, dan lain-lain yang berhubungan dengan sejarah bonsai seperti persepsi kebanyakan orang, silahkan Anda baca sendiri di beberapa buku yang sudah membahas tentang hal itu.

Pertanyaan itu menjadi penting buat saya bahas, jika para peserta diskusi tertarik untuk membahasnya dari sisi yang lain, yang belum dibahas dalam buku-buku manapun yaitu kira-kira bonsai bagaimana yang dibuat oleh orang yang pertama kali membuat bonsai tersebut. Bonsai bukanlah sekedar miniatur pohon di alam. Buat apa kita membuat miniatur dari gaya pohon-pohon yang sehari-hari nampak di sekitar kita. Justru saya punya keyakinan bahwa orang yang pertama kali membuat bonsai, justru tertarik membuat miniatur pohon dari sebuah pohon yang gayanya tidak terlihat pada pohon-pohon yang tumbuh di sekitar tempat ia tinggal.

Mungkin, suatu saat dia berpergian jauh dari tempat tinggalnya dan menemukan ada pohon yang bentuk dan gayanya sangat unik, aneh, artistik sekaligus mengandung nilai estetika yang sangat mengagumkan dari sudut pandangnya. Karena gaya yang sangat unik tersebut, muncullah hasrat dan keinginan agar pohon dengan gaya unik tersebut bisa berada di sekitar tempat tinggalnya. Karena tidak mungkin memindahkan pohon itu, muncullah gagasan untuk membuat pohon dengan gaya unik tersebut dengan model miniatur. Sejak saat itulah muncul budaya bonsai.

Berpikir mendalam sangatlah penting dalam berkegiatan seni dan dalam meningkatkan kualitas SDM. Melihat sesuatu dari sisi lain adalah bagian dari berpikir mendalam. Berpikir mendalam adalah petualangan imajiner yang mempercepat peningkatan kemampuan kita dalam hal inovasi, kreasi dan imajinasi. Kemajuan di bidang apapun juga selalu dihasilkan dari ketiga proses tersebut.
posted by Sulistyanto Soejoso @ 1:49 AM 3 comments
Thursday, May 04, 2006
Banggalah Dengan Kekayaaan Flora Kita
Beberapa tahun terakhir ini, di kantor-kantor pemerintah di berbagai kota di Jawa, saya lihat ada pemandangan baru. Di halaman kantor-kantor itu ditanaman pohon-pohonan kelapa dari plastik yang ada lampunya. Kalau malam lampu pohon itu dinyalakan, indah memang. Tetapi keindahan itu membuat saya gundah. Pohon plastik? Ya, itulah yang membuat saya tidak habis pikir. Indonesia ini dikenal punya kekayaan flora nomor dua di dunia, sesudah Brazil., tapi di beberapa kantor pemerintahan ditanami pohon plastik. Di mana rasa wujud syukur kita atas karunia yang diberikan-Nya kepada negara ini? Seyogyanya kita bersyukur dan membanggakan karunia itu.

Sudah lama masyarakat Indonesia mengenal seni bonsai. Meskupun belum ada bukti konkrit (baru perkiraan) konon seni ini berasal dari China. Orang awam banyak yang mengira seni ini berasal dari Jepang karena Jepanglah yang mempopulerkan seni ini ke dunia internasional. Sampai saat ini masih banyak penggemar bonsai di Indonesia yang menjadikan China atau Jepang atau Taiwan sebagai kiblat perkembangan bonsai.

Ini adalah fakta:
1. Kekayaan flora Indonesia nomor dua di dunia.
2. Indonesia negara dua musim. Pertumbuhan pohon di daerah musim rata-rata jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pohon di daerah empat musim.
3. Indonesia memiliki berpuluh-puluh suku yang menghasilkan budaya dan seni yang luar biasa beragam. Ragam budaya dan seni yang ada di Indonesia ini bisa kita jadikan pemantik inspirasi kita dalam mengembangkan seni bonsai di negara tercinta ini.
Berpijak pada beberapa fakta di atas, seharusnya Indonesia mampu menjadi barometer/kiblat perkembangan seni bonsai bagi bangsa lain, bukan malah sebaliknya. Tinggal satu yang kita butuhkan, kemauan kita untuk mewujudkan negara ini menjadi barometer/kiblat bagi negara lain. Kemauan menghasilkan kemampuan, tidak mungkin sebaliknya.

Tidak ada komentar: